Minggu, 23 Oktober 2011

Hujan Berkah di Rumah Halimah

Semalaman Halimah dan suaminya tak dapat tidur. Anaknya yang masih bayi terus menerus menangis kelaparan karena air susu Halimah tak lagi keluar. Keledai putih yang dinaikinya untuk pergi ke Mekah pun sudah mulai melemah. Unta yang dibawanya sudah tua dan tak dapat menghasilkan susu barang seteguk pun untuk diminum Halimah dan suaminya.

Halimah berasal dari daerah pedalaman Bani Sa’d. Bersama dengan suami dan beberapa kaum wanita dari Bani Sa’d, Halimah menuju ke Mekah untuk mencari anak yang bisa disusui. Sesuai tradisi yang berjalan di kalangan Bangsa Arab saat itu, orang-orang yang tinggal di daerah maju akan membayar wanita-wanita dari pedalaman untuk merawat dan menyusui anaknya. Anak-anak yang masih bayi itu dibawa ke pedalaman agar terhindar dari penyakit-penyakit yang biasa menjalar di daerah yang sudah maju.

Abdul Muththalib dan Aminah, kakek dan ibunda Nabi Muhammad yang saat itu tinggal di Mekah pun, turut mencari orang untuk menitipkan dan menyusui Nabi yang saat itu masih bayi.

Setelah rombongan Bani Sa’d sampai di Mekah, mereka pun pergi mencari bayi yang bisa disusui. Setiap wanita dari rombongan Bani Sa’d yang ditawari oleh Aminah untuk mengasuh Nabi Muhammad pasti menolaknya karena beliau adalah anak yatim. Tidak mengherankan, sebab mereka mengharapkan imbalan yang cukup memadai dari bapak bayi yang hendak disusui. Mereka menolak Nabi dan berkata, “Dia adalah anak yatim”.

Akhirnnya, semua wanita dari rombongan telah mendapatkan bayi untuk disusui, kecuali Halimah. Rombongan tersebut pun bersiap-siap untuk pulang.

“Demi Allah, aku tidak ingin kembali bersama teman-temanku tanpa membawa seorang bayi yang kususui. Demi Allah, aku akan benar-benar mendatangi anak yatim itu dan membawanya.” kata Halimah pada suaminya.

“Memang ada baiknya jika engkau melakukan hal itu. Semoga Allah mendatangkan berkah bagi kita pada diri anak itu.” jawab suami Halimah.

Maka Halimah pun menemui ibunda Nabi dan membawa Nabi yang saat itu masih bayi. Sejak saat itulah, keberkahan tak henti-hentinya mendatangi Halimah dan keluarganya. Inilah penuturan Halimah yang berkisah mengenai berkah yang dibawa Nabi saat masa penyusuannya, “Tatkala aku menggendongnya seakan-akan aku tidak merasa repot karena mendapat beban yang lain. Dan tatkala putting susuku kusodorkan padanya, bayi itu bisa menyedot air susu sesukanya dan meminumnya hingga kenyang. Anak kandungku sendiri juga bisa menyedot air susuku sepuasnya hingga kenyang, setelah itu keduanya tertidur pulas. Padahal sebelum itu kami tidak pernah tidur sepicing pun karena mengurus bayi kami. Lalu, suamiku menghampiri untanya yang sudah tua. Ternyata air susunya menjadi penuh, maka kami pun memerahnya. Aku dan suamiku pun bisa meminum air susu unta kami hingga kenyang. Malam itu adalah malam yang terasa paling indah bagi kami. ‘Demi Allah, tahukah engkau wahai Halimah, engkau telah mengambil satu jiwa yang penuh berkah.’ kata suamiku pada esok harinya. ‘Demi Allah, aku pun berharap yang demikian itu.’ kataku.”

Halimah pun bersiap-siap pergi dan menaiki keledainya. Betapa terkejutnya halimah saat menunggangi keledainya, karena keledainya bertambah cepat dan perkasa. Halimah menuturkan, “Rekan-rekanku berkata padaku, ‘Wahai Halimah, celaka engkau! Tunggulah kami! Bukankah ini keledaimu yang pernah engkau bawa bersama kita dulu?’”

“Demi Allah, begitulah. Ini adalah keledaiku yang dulu.” kataku.
“Demi Allah, keledaimu itu kini bertambah perkasa.” kata mereka.

Begitulah Halimah senantiasa mendapatkan tambahan berkah dan kebaikan dari Allah selama dua tahun menyusui Nabi Muhammad SAW. Sampai kemudian Halimah menyapih Nabi yang tumbuh dengan baik dan lebih pesat dari bayi-bayi yang lainnya.

SUMBER : SIRAH NABAWIYAH

Kamis, 20 Oktober 2011

Rasulullah dan Kaum Quraisy #1

Rasulullah SAW pada awalnya hanya berdakwah kepada orang yang paling dekat saja, yaitu anggota keluarga dan sahabat-sahabat karib beliau. Sampai kemudian Allah berfirman kepada beliau, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (Al-Hijr 94).

Maka Rasulullah SAW segera bangkit menyerang berbagai khurafat dan kebohongan syirik, menyebutkan kedudukan berhala dan hakikatnya yang sama sekali tidak memiliki nilai. Ketidakberdayaan berhala-berhala itu beliau gambarkan dengan berbagai contoh perumpamaan, disertai dengan penjelasan-penjelasan bahwa siapa yang menyembah berhala sesungguhnya berada dalam kesesatan yang nyata. Mekah berpijar dengan api kemarahan. Orang-orang Quraisy bangkit untuk menghadang revolusi yang datang tak terduga ini. Mereka khawatir dakwah Rasulullah akan merusak tradisi warisan mereka.

Orang-orang musyrik Quraisy mengejek, menghina, mengolok-olok, dan menertawakan dakwah Rasulullah. Mereka melemparkan berbagai tuduhan yang lucu dan ejekan sekenanya kepada Nabi. Mereka menyebut beliau sebagai orang gila. Mereka menyebut beliau dengan tukang sihir dan pendusta. Mereka menjelek-jelekkan dan menghadapi beliau dengan pandangan penuh amarah serta perasaan yang meluap-luap penuh emosi.

Mereka pun berusaha melawan Al-Qur’an dengan menceritakan dongeng-dongeng orang dahulu dan menyibukkan manusia dengan dongeng-dongeng itu, agar mereka meninggalkan Al-Qur’an. Contohnya an-Nadhr yang pergi ke Hirah dan mempelajari kisah Raja Persi, Rustum, dan Asfandiyar. Jika Rasulullah SAW mengadakan suatu pertemuan untuk mengingatkan kepada Allah dan menyampaikan peringatan tentang siksa-Nya, maka an-Nadhr menguntit dibelakang beliau, lalu berkata, “Demi Allah, penuturan Muhammad tidak sebagus apa yang kututurkan.” Lalu dia berkisah tentang Raja-raja Persi, Rustum, dan Asfandiyar. Setelah itu dia berkata, “Dengan modal apa penuturan Muhammad bisa lebih baik dari penuturanku?”

An-Nadhr bahkan membeli beberapa penyanyi perempuan dari kalangan hamba sahaya. Bila ada seorang laki-laki yang menyatakan tidak ingin mendengar apa yang disampaikan Nabi SAW, maka dia menghadiahkan seorang penyanyi kepadanya. Penyanyi itu siap melayaninya, meyiapkan makan, minum, dan menyanyi untuknnya. Tujuannya? Tentu saja agar orang-orang tidak condong kepada Islam.

Usaha lain dari kaum musyrik Quraisy adalah dengan menyodorkan beberapa bentuk penawaran, sehingga dengan penawaran itu mereka berusaha mempertemukan Islam dan Jahiliyah ditengah jalan. Suatu hari saat Rasulullah sedang tawaf di Ka’bah beliau berpaspasan dengan pera tetua di kampungnya.

Mereka berkata, “Wahai Muhammad, kesinilah! Kami mau menyembah apa yang kamu sembah, dan engkau juga harus meyembah apa yang kami sembah, sehingga kita bisa saling bersekutu dalam masalah ini. Jika apa yang kamu sembah ternyata lebih baik dari apa yang kami sembah, maka kami boleh melepas yang seharusnya menjadi bagian kami, dan jika apa yang kami sembah ternyata lebih baik dari apa yang engkau sembah, maka engkau harus melepas bagianmu.”

Untuk menjawab tawaran mereka, Allah menurunkan surat Al-Kafirun. 


Dalam surat itu Allah berfirman : “Katakanlah : ‘Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan tiada (pula) kamu menyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan penyembah apa yang biasa kamu sembah. Dan kamu bukanlah penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”


Sumber : Sirah Nabawiyah

Rasulullah dan Kaum Quraisy #2

Semakin lama, permusuhan kaum Quraisy terhadap Rasulullah SAW dan para sahabatnya semakin keras dan gencar. Rasulullah sendiri mengalami berbagai macam penganiayaan.

Suatu hari, Nabi SAW sedang shalat di Ka’bah. Tiba-tiba datang Uqbah bin Abu Mu’ith mencekik leher Nabi sekuat tenaga dengan kainnya. Sampai kemudian Abu Bakar datang dan memegang kedua lengan Uqbah serta menjauhkannya dari Nabi seraya berkata : “Apakah kalian hendak membunuh seorang yang mengucapkan Rabb-ku adalah Allah.”

Pernah pula, suatu waktu, Nabi SAW sedang sujud disekitar beberapa orang Quraisy, tiba-tiba Uqbah bn Abu Mu’ith datang dengan membawa kotoran binatang. Lalu melemparkannya ke atas punggung Nabi. Beliau tidak mengangkat kepalanya sehingga datang Fatimah RA membersihkannya.
Sebagian dari mereka juga pernah menaburkan tanah diatas kepala Rasulullah ketika beliau sedang berjalan disebuah lorong di Mekah. Sehingga beliau kembali ke rumah dengan kepala kotor. Kemudian salah seorang anak perempuan Nabi membersihkannya sambil menangis. Tetapi beliau mengatakan kepadanya : “Wahai anakku, janganlah engkau menangis! Sesungguhnya Allah melindungi bapakmu.”

Abu Jahal pun selalu menghalangi Rasulullah SAW semenjak pertama kali dia melihat beliau shalat di Masjidil Haram. Abu Jahal pernah mendatangi Rasulullah yang sedang shalat. Dia ingin menginjak tengkuk beliau. Namun tiba-tiba beberapa orang muncul dan dia mundur ke belakang beberapa langkah sambil meremas-remas tangannya.

“Ada apa dengan dirimu?” tanya kaum musyrik Quraisy yang sedang berkumpul menyaksikan.

“Antara dia dan diriku seperti ada parit dari api dan orang-orang yang muncul itu merupakan sayapnya.” jawab Abu Jahal.

Lalu Nabi bersabda mengenai hal ini, “Andaikata dia mendekatiku, tentu para malaikat akan menyambarnya sepotong demi sepotong.”

Berbagai gangguan dan siksaan seperti inilah yang harus dihadapi Rasulullah dalam dakwahnya. Tetapi hal itu tidak begitu berarti bagi diri Rasulluah SAW. Karena iman,ketaatan dan cintanya pada Allah dan karena beliau memiliki kepribadian yang tiada duanya, berwibawa serta sabar.


Sumber : Sirah Nabawiyah